Rabu, 27 Januari 2016

Lima Taquuluun

Pagi-pagi nyetel muratal. Mishaari Raasyid al-Aafaashii, ash-Shaff. Tiba-tiba dua ayat popular itu seakan mengetuk-ngetuk kesadaranku.
“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.” (Q.S. As-Shaff: 2)
Dua ayat yang sering kudengar. Dua ayat yang sudah kuhapal terjemahannya, entah sejak kapan. Dua ayat yang sering menjadi pokok pembicaraan dalam kajian. Biasanya tak terlalu membuatku gelisah. Sebab ketika aku berkata begini-begitu, yang baik-baik, itu adalah proses pembenahan diri. Bahwa mungkin aku sendiri belum mampu melaksanakan apa yang kusampaikan, tapi terus berupaya untuk bisa. Hal itu untuk memotivasi diri, agar aku tergerak, take action dan pada akhirnya tidak omdo, omong doang.
Pun ketika menulis. Nasihat, motivasi, ataupun gambaran-gambaran mengenai amal kebaikan yang kutulis, juga dalam rangka merancang visi, memotivasi diri dan memimpikan masa depan yang lebih baik. Ketika menulis buku Muslim Tangguh, aku ingin menjadi sosok seperti yang kutuliskan. Menulis buku Change Now!, aku ingin senantiasa berubah menjadi lebih baik, saat demi saat. Menulis buku Kakayaan Hati, aku ingin Allah senantiasa memenuhi hatiku dengan kekayaan ruhani. Menulis buku Unlimited Learning, aku ingin terus belajar, belajar dan terus belajar. Dan seterusnya dan seterusnya.
Ah, dalih. Kali ini kurasai itu sebagai dalih. Sebab terlalu banyak yang telah kukatakan, dan belum dapat kulakukan. Sebab seringkali aku tak serius belajar menjadi sosok tangguh, seseorang berkepribadian mulia yang kuimpikan. Aku masihlah seseorang yang terbiasa membuat waktu dengan hal remeh-temeh tak bernilai untuk akhiratku. Aku masih seorang yang mudah mengeluh, mudah menyerah ketika datang hambatan dalam beramal kebaikan. Aku masihlah orang yang tak konsisten dengan konsep-konsep kebaikan yang pernah kusampaikan. Aku bilang pada orang untuk beramal, nyatanya aku sendiri hanyak duduk. Aku bilang pada orang untuk semangat, nyatanya aku sendiri loyo. Aku bilang pada orang untuk pantang menyerah, nyatanya aku sendiri sering mundur. Aku bilang pada orang untuk segera bangkit ketika sempat jatuh, nyatanya aku bersantai dengan keterpurukan.
Gelisah. Ya, kini aku gelisah. Barangkali ayat ke-3 surah ash-Shaff itu memang sedang tertuju padaku. Astaghfirullahal ‘adhiim.
Dan pagi ini aku menulis. Karena dulu, sering aku menyuruh, dan mengajak orang untuk menulis. Ah, yuks, saatnya bersemangat lagi, beramal, perbaiki kualitas diri, menulis, beramal, perbaiki kualitas diri, menulis, beramal, perbaiki kualitas diri, menulis lagi. Lagi.., dan lagi.

Artikel terkait

0 komentar :

Posting Komentar