Percaya bagus, kalau tidak tak ada yang melarang. Silahkan
beri argumen yang lebih bermutu, lebih kuat, dan lebih meyakinkan. Akan tetapi inilah
kesimpulan perenungan sesaatku beberapa menit lalu; kalau mau jadi penulis, harus
kaya dulu!
Loh, kok? Apa tidak kebalik? Bukankah mestinya jadi
penulis dulu, baru kaya-raya? Macam Andrea Hirata lah. Menulis, karyanya best seller, jadi kesohor, royalti menderas,
kaya. Betul, itu mungkin sekali, menulis bikin kaya. Malah telah banyak bukti.
Akan tetapi, kali ini bukan kekayaan materi yang
aku maksud. Tentu saja, tak harus jadi trilliuner baru boleh menulis. Tak wajib
duitnya bejibun baru dapat menulis buku. Akan tetapi betul, kalau pengen jadi
penulis sungguhan, kita harus kaya terlebih dahulu. Kaya apa?
KAYA ILMU.
Benar bahwa dengan membaca satu dua buku, engkau
juga dapat menelorkan buku baru. Akan tetapi isi bukumu takkan jauh dari buku-buku
yang kau baca. Malah kemungkinan besar, kualitasnya jauh lebih rendah. Sebab buku-buku
yang kau jadikan referensi ditulis setelah melakukan riset bertahun-tahun. Sedang
engkau hanya membaca beberapa buku. Cukup dengan satu dua minggu. Lalu kau
meramunya, menyusun buku baru. Alih-alih jadi karya bermutu, malah seringkali
hanya jadi produk Me Too. Karya yang
mengekor, ikut-ikutan. Tak ada ilmu baru, tiada sesuatu yang berbeda.
Kaya ilmu dapat kita bagi menjadi dua; kaya bacaan
dan kaya pengalaman. Dengan salah satunya, kita dapat menulis buku bermutu, apa
lagi bila dua-duanya kita punya. Dahsyat pastinya!
Kaya bacaan. Beberapa sahabat penulis sering
mengatakan, bahwa membaca adalah tenaga dalam seorang penulis. Betul sekali. Kian
dahsyat dalam membaca, makin bermutu tulisan seseorang. Boleh engkau buktikan. Cari
penulis buku yang sangat terkenal; Andrea Hirata, Kang Abik, Fauzil Adhim,
Salim A. Fillah atau Helvy Tiana Rosa misalnya. Cobalah bertanya, bagaimana
kebiasaan mereka dalam mebaca. Pasti dahsyat. Atau bila memungkinkan,
berkunjunglah ke rumah mereka, lalu minta ijin untuk menengok koleksi pada
perpustakaan pribadinya. Pasti luar biasa. Barangkali akan membuatmu tercengang.
Buku sebanyak itu, buku-buku tebal begitu, kapan bacanya?
Semakin banyak membaca, kian melimpah referensi. Ketika
hendak menulis tema tertentu, selalu menemukan data atau argumen pendukung. Belum
lagi, dengan melimpahnya informasi, insya
Allah otak kita yang kompleks pun bekerja kian dahsyat. Neuron saling kait,
mencipta milyaran sinapsis, menjalin informasi, mengolahnya, membangun ilmu
baru. Nah, kegiatan menulis, ibarat membangun rumah adalah menggabungkan batu
bata, semen, pasir, kayu dan sebagainya sehingga menjadi bangunan yang megah. Begitulah,
sekian banyak inforamsi yang kita peroleh dari membaca, kita pilah, kita olah,
kita aduk, dan kita susun. Terkonseplah ilmu baru. Terbitlah buku bermutu.
Akan tetapi bila membaca tidak menjadi fokus
keseharianmu, ada alternatif kedua; perkaya diri dengan pengalaman. Isilah hidupmu
dengan kegaitan-kegaitan bermutu; menjadi guru, mentraining orang, berwira
usaha, jadi relawan, gigih berdakwah, atau apa saja. Semakin melimpah pengalaman,
kian banyak pula yang dapat engkau sajikan. Semakin hidupmu berisi, engkau akan
lebih mudah untuk menghasilkan tulisan penuh gizi. Tulisan yang begitu
menggungah, atau mengharu biru. Nendang.
Maka ketika membaca tulisan-tulisan Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah atau Sayyid Quthb misalnya, seakan menyihir. Tak hendak berhenti,
karena selain indah juga penuh gizi. Tersebab, selain melimpahnya ilmu karena
membaca, mereka mengisi hidup dengan perjuangan tiada henti. Tak sempat lelah dalam
berdakwah, tak henti menyaringkan suara kebenaran. Bahkan ketika harus
dipenjara, bukan menjadi akhir perjuangan. Tetap menulis, tetap berdakwa,
mengkader orang. Melimpahlah pengalaman hidup. Kayalah jiwa. Makan tulisan-tulisan
mereka menjadi begitu bertenaga, menghentak.
Alhamdulillah, meski masih terlalu sedikit ilmu, beberapa buku
seperti Hidup Kaya Raya Mati Masuk Surga,
Kekayaan Hati, Change Now, True
Friend atau Muslim Tangguh, telah
kutulis dan terbit. Sebab aku membaca. Sedang buku Ulimited Learning dan Journey
of Life, kutulis dan terbit, lebih banyak karena pengalaman-pengalaman
hidup yang sempat kujalani.
Nah, bila sungguh-sungguh pengen jadi penulis?
Bila pengen karya-karya kita lezat dan bergizi, yuks, perkaya diri dengan ilmu.
Banyak-banyak baca dan perkaya diri dengan amal-amal shalih yang bermakna. Insya Allah, kita bisa!
Engkau pengen jadi penulis? Gabung saja dengan KMB (Kursus Menulis Buku).
Engkau pengen jadi penulis? Gabung saja dengan KMB (Kursus Menulis Buku).
0 komentar :
Posting Komentar