Jumat, 04 April 2014

Pengen Jadi PENULIS? Jadilah Orang KAYA!

Percaya bagus, kalau tidak tak ada yang melarang. Silahkan beri argumen yang lebih bermutu, lebih kuat, dan lebih meyakinkan. Akan tetapi inilah kesimpulan perenungan sesaatku beberapa menit lalu; kalau mau jadi penulis, harus kaya dulu!
Loh, kok? Apa tidak kebalik? Bukankah mestinya jadi penulis dulu, baru kaya-raya? Macam Andrea Hirata lah. Menulis, karyanya best seller, jadi kesohor, royalti menderas, kaya. Betul, itu mungkin sekali, menulis bikin kaya. Malah telah banyak bukti.
Akan tetapi, kali ini bukan kekayaan materi yang aku maksud. Tentu saja, tak harus jadi trilliuner baru boleh menulis. Tak wajib duitnya bejibun baru dapat menulis buku. Akan tetapi betul, kalau pengen jadi penulis sungguhan, kita harus kaya terlebih dahulu. Kaya apa?
KAYA ILMU.
Benar bahwa dengan membaca satu dua buku, engkau juga dapat menelorkan buku baru. Akan tetapi isi bukumu takkan jauh dari buku-buku yang kau baca. Malah kemungkinan besar, kualitasnya jauh lebih rendah. Sebab buku-buku yang kau jadikan referensi ditulis setelah melakukan riset bertahun-tahun. Sedang engkau hanya membaca beberapa buku. Cukup dengan satu dua minggu. Lalu kau meramunya, menyusun buku baru. Alih-alih jadi karya bermutu, malah seringkali hanya jadi produk Me Too. Karya yang mengekor, ikut-ikutan. Tak ada ilmu baru, tiada sesuatu yang berbeda.
Kaya ilmu dapat kita bagi menjadi dua; kaya bacaan dan kaya pengalaman. Dengan salah satunya, kita dapat menulis buku bermutu, apa lagi bila dua-duanya kita punya. Dahsyat pastinya!
Kaya bacaan. Beberapa sahabat penulis sering mengatakan, bahwa membaca adalah tenaga dalam seorang penulis. Betul sekali. Kian dahsyat dalam membaca, makin bermutu tulisan seseorang. Boleh engkau buktikan. Cari penulis buku yang sangat terkenal; Andrea Hirata, Kang Abik, Fauzil Adhim, Salim A. Fillah atau Helvy Tiana Rosa misalnya. Cobalah bertanya, bagaimana kebiasaan mereka dalam mebaca. Pasti dahsyat. Atau bila memungkinkan, berkunjunglah ke rumah mereka, lalu minta ijin untuk menengok koleksi pada perpustakaan pribadinya. Pasti luar biasa. Barangkali akan membuatmu tercengang. Buku sebanyak itu, buku-buku tebal begitu, kapan bacanya?
Semakin banyak membaca, kian melimpah referensi. Ketika hendak menulis tema tertentu, selalu menemukan data atau argumen pendukung. Belum lagi, dengan melimpahnya informasi, insya Allah otak kita yang kompleks pun bekerja kian dahsyat. Neuron saling kait, mencipta milyaran sinapsis, menjalin informasi, mengolahnya, membangun ilmu baru. Nah, kegiatan menulis, ibarat membangun rumah adalah menggabungkan batu bata, semen, pasir, kayu dan sebagainya sehingga menjadi bangunan yang megah. Begitulah, sekian banyak inforamsi yang kita peroleh dari membaca, kita pilah, kita olah, kita aduk, dan kita susun. Terkonseplah ilmu baru. Terbitlah buku bermutu.
Akan tetapi bila membaca tidak menjadi fokus keseharianmu, ada alternatif kedua; perkaya diri dengan pengalaman. Isilah hidupmu dengan kegaitan-kegaitan bermutu; menjadi guru, mentraining orang, berwira usaha, jadi relawan, gigih berdakwah, atau apa saja. Semakin melimpah pengalaman, kian banyak pula yang dapat engkau sajikan. Semakin hidupmu berisi, engkau akan lebih mudah untuk menghasilkan tulisan penuh gizi. Tulisan yang begitu menggungah, atau mengharu biru. Nendang.
Maka ketika membaca tulisan-tulisan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah atau Sayyid Quthb misalnya, seakan menyihir. Tak hendak berhenti, karena selain indah juga penuh gizi. Tersebab, selain melimpahnya ilmu karena membaca, mereka mengisi hidup dengan perjuangan tiada henti. Tak sempat lelah dalam berdakwah, tak henti menyaringkan suara kebenaran. Bahkan ketika harus dipenjara, bukan menjadi akhir perjuangan. Tetap menulis, tetap berdakwa, mengkader orang. Melimpahlah pengalaman hidup. Kayalah jiwa. Makan tulisan-tulisan mereka menjadi begitu bertenaga, menghentak.
Alhamdulillah, meski masih terlalu sedikit ilmu, beberapa buku seperti Hidup Kaya Raya Mati Masuk Surga, Kekayaan Hati, Change Now, True Friend atau Muslim Tangguh, telah kutulis dan terbit. Sebab aku membaca. Sedang buku Ulimited Learning dan Journey of Life, kutulis dan terbit, lebih banyak karena pengalaman-pengalaman hidup yang sempat kujalani.

Nah, bila sungguh-sungguh pengen jadi penulis? Bila pengen karya-karya kita lezat dan bergizi, yuks, perkaya diri dengan ilmu. Banyak-banyak baca dan perkaya diri dengan amal-amal shalih yang bermakna. Insya Allah, kita bisa!

Engkau pengen jadi penulis? Gabung saja dengan KMB (Kursus Menulis Buku).

Artikel terkait

0 komentar :

Posting Komentar