Rabu, 26 Februari 2014

Really Something. Syukur Deh!

Pendiam.  Malah beberapa orang mengenalku sebagai orang yang hampir-hampir tak pernah biacara. Kalau pun bicara suaraku lirih, mirip iklan jadul itu, nyaris tak terdengar. Selain itu, aku tak PDan, suka minder, grogian, tak pandai bergaul. Itulah aku yang dulu. Ya, dulu... Meski sejujurnya, hari ini pun aku masih yang dulu, tak jauh berbeda. Diriku saat ini tak lepas dari kekurangan-kekurangan itu. Masih suka minder, masih merasa tak pandai berbincang dan berramah-tamah.
Benar bahwa aku sempat menoreh prestasi – akademik – yang cukup memuaskan. Berkali-kali peringkat satu waktu SMK. Lalu dapat beasiswa untuk kulia. Lulus S1 dalam waktu 3 tahun. Akan tetapi, aku juga bukan orang yang pintar-pintar amat. Malah kadang-kadang juga culun, dalam hal-hal tertentu.
Siapa sangka bahwa di kemudian hari, ada buku yang terbit atas namaku sebagai penulisnya. Really something deh. Kemudian aku diminta mengisi bedah buku, training, talk show dan semacamnya. Harus bebicara di depan orang banyak, menepis grogi, mengusir minder. Pada akhirnya aku pun merasa bisa, PD, merasa dapat berbagi ilmu, meski setitik. Kemudia buku kedua, ketiga, keempat dan seterusnya terbit. Meski belum kesohor, tapi semakin banyak pula yang mengenalku sebagai penulis. Tak hanya di daerah sendiri aku tapi juga diminta mengisi acara keluar kota. Memang belum keliling Indonesia, belum ke luar negeri, tapi setidaknya Jawa Barat pernah, Jawat Timur juga. Kalau di Jawa Tengah dan Jogja alhamdulillah sudah cukup sering.
Alhamdulillah, berkat menulis buku, terbuka jalan-jalan lainnya. Pun ketika pindah ke Pemalang sebagai pengangguran dan mulai punya tanggungan keluarga, ada juga yang menawari pekerjaan. Di kala banyak orang kesulitan mencari kerja, aku justru ditawari, setengah maksa pula. Mulanya aku rada enggan ketika diminta jadi TU di SDIT Buah Hati. Baru ketika pengurus yayasan nelpon langsung, aku menanggapi. Kudatangi sekolah itu dan mendaftar sebagai karyawan. Inilah aku hari ini, masih jadi Waka Kurikulum di SDIT yang sama.
Mana dulu sempat menduga pula, kalau ternyata aku bisa menjahit baju. Setahun yang lalu, entah datang dari mana itu, punya ide bikin kaos, nyablon sendiri. Aku beli alat-alat sablon dari seorang kawan, dengan syarat harus diajari cara nyablon. Aku pun belajar, satu kali, hanya sampai bikin film, belum praktek nyablon. Kupraktekkan di rumah. Ternyata aku bisa nyablon kaos, meski masih yang sederhana-sederhana saja.
Lalu tiba-tiba ada ide beli mesin jahit. Nyari-nyari mesin bekas. Dapat. Sekalian obras pula. Lalu beli bahan kaos kiloan. Coba bikin kaos, bikin gamis, kok ternyata bisa.
Istriku kursus menjahit, harusnya 4 bulan, dijalani 2 bulan. Berbekal pengetahuan istri, kami terima pesanan. Ternyata teman-teman pada pesan. Jadilah aku tukang jahit. Istriku yang biasa motongin bahannya. Pesanan kian beraneka. Belajarlah aku menjahit berbagai model gamis dan kaos. Belajar, tapi hasilnya langsung dijual. Sayangnya, sudah beberapa bulan terakhir ini berhenti, gak tahu mengapa...
Intinya, bayak sekali kemudahan yang Allah berikan kepadaku. Tapi rupanya aku sungguh kurang bersyukur. Kesulitan-kesulitan, kesedihan, rasa lelah dan sebagainya justru sering mendominasi. Astaghfirullah, ampuni ya Allah.
Tempo hari ketika komen-komenan sama Dwi Suwiknya, adik kelasku di kampus yang kini aktif menulis, aku jadi tersentil. “Sayang kalau potensi yang Allah berikan tidak kita kembangkan ya?” tanyanya. Sindiran halus buatku.
Ya, berbagai kemampuan telah Allah karuniakan kepadaku. Aku sungguh harus mensyukurinya. Mengoptimalkan potensi itu, untuk diriku, keluarga, negara, umat manusia dan agama. Mudah-mudahan aku bisa. Doakan aku ya kawan.
Maka aku mulai nulis lagi. Kubuta blog baru, gurupenamenari@blogspot.com. Alhamdulillah sudah mulai posting-posting. Moga memberi manfaat. Bila sudi memberi masukan, aku sungguh berterima kasih. Yuks, semangat berkarya, semangat menulis!

Semoga kemampuan-kemapuanku yang lain juga dapat terus aku kembangkan.

Artikel terkait

2 komentar :