Kamis, 21 April 2016

Peran US dalam Membentuk Generasi Tinggal Landas



Ujian Sekolah Berstandar Provinsi, atau gampangnya kita sebut saja US, untuk tingkat Sekolah Dasar akan dilaksanakan, 16 Mei mendatang. Saya yang saat ini masih menjadi waka kurikulum di SDIT Buah Hati tentu ikut merasa was-was, kalau-kalau hasil US nanti tidak memuaskan. Apalah lagi para guru wali pendamping belajar kelas enam. Ah, pasti ketar-ketir tiap hari. Sampai panas dingin, pusing tujuh ratus keliling, sepertinya. Tanggung jawab yang besar dan berat. Dua kwintal dua kilo plus dua on barangkali. Bagaimana hasil US peserta didik nanti, guru wali kelas enamlah yang akan terutama dilihat. Kalau nilainya bagus-bagus, mungkin akan ikut mendapat pujian dan ucapan selamat. Mungkin. Ya, hanya mungkin. Akan tetapi kalau ternyata nilai-nilai US peserta didik tidak memuaskan, guru wali kelas enam harus siap bila mendapat cibiran.
Padahal, sukses tidaknya peserta didik kelas enam menempuh US mestinya tak hanya menjadi tanggung jawab yang ditindihkan pada pundak guru wali kelas enam. Seluruh civitas akademik, juga orang tua memiliki peran masing-masing yang teramat penting. Ah, sungguh TERLALU, misalnya bila guru wali kelas enam sudah pontang-panting, melakukan berbagai cara agar nilai anak-anak didiknya bagus-bagus, sementara orang tua di rumah justru tidak perhatian, pasrah bongkokan kepada sekolah. Contoh lain, ketika guru wali kelas enam benar-benar lagi pusing tujuh ratus keliling atau bahkan tujuh ribu keliling karena melihat hasil tryout yang belum memuaskan, sementar guru lain tidak memberikan dukungan, justru melemahkan. Misalnya dengan pertanyaan retoris; “Piye sih ngajare?”
Ah, sesungguhnya yang was-was dengan hasil US tidaklah hanya peserta didik yang akan menjalaninya – ah, sebagian dari mereka nyantai-nyantai aja tuh – orang tua dan guru wali kelas enam, tapi juga kepala sekolah yang akan mendapat sorotan, di atasnya ada pengawas, kemudian kepala UPPK, lalu Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga tingkat Kabupaten. Barangkali hingga bapak Bupati. Maka, semua yang “berkepentingan” dengan nilai US itu melakukan berbagai upaya agar nilai-nilai US peserta didik di sekolah memuaskan.
Nah, upaya-upaya itu ada yang baik, positif dan memang selayaknya dilaksanakan. Akan tetapi ada pula yang buruk. Saya hendak fokus pada upaya yang buruk ini. Misalnya bila ada oknum guru, kepala sekolah, pengawas atau yang di atasnya, atau yang lain-lain, yang secara langsung ataupun tidak, menganjurkan peserta didik untuk berbuat curang dalam menempuh ujian. Anak disuruh contek-mencontek, yang pintar memberi jawaban pada yang tulalit mikirnya. Pengawas ruang ujian pun dilarang “rusuh” mengingatkan, apalah lagi mengabil lembar jawaban atau hukuman lain. Cukup dilihat saja lah. Jangan sampai menganggu kekhusukan dan meruntuhkan mental anak dalam mengerjakan ujian dengan cara tidak jujur itu.
Saya sih berharap oknum seperti itu tidak ada lagi. Akan tetapi kalau ternyata masih ada, atau ternyata oknumnya banyak…, waduh bahaya. Sungguh bahaya. Institusi pendidikan kita, sepertinya akan sukses membentuk apa yang disebut Emha Ainun Najib dengan Generasi Tinggal Landas.  Artinya generasi yang menginggalkan landasan nilai-nilai kehidupan. Ironis.
Institusi yang seharusnya membentuk karakter, akhlak mulia calon-calon pemimpin bangsa, justru menjadi tempat yang menghancurkan karakter, merusak akhlak. Guru yang semestinya menjadi tauladan, tersungkur nilainya dihadapan kebenaran dan nilai kehidupan. Cukup satu contoh tadi saja, menganjurkan, atau menggiring anak-anak agar tidak jujur-jujur amat dalam menempuh Ujian Sekolah. Sungguh itu cukup untuk merusak karakter anak dan pada akhirnya menghancurkan generasi penerus bangsa.
Sungguh, kemunafikan yang tak seyogiyanya dipelihara. Bila hal tersebut dilakukan oleh oknum guru misalnya, pastilah peserta didik akan belajar. Bahwa jujur itu baik, jujur itu akhlak mulia, akan tetapi bila menghadapi masalah penting, kepepet pula, maka curang juga oke-oke saja. Anak akan belajar, bahwa untuk hal-hal yang penting baginya, segala cara bolehlah dilakukan, termasuk bila harus menggunakan cara-cara yang melanggar tata nilai dan aturan. Anak akan belajar bahwa nilai US yang sesungguhnya hanya angka-angka itu adalah hal yang sangat penting, bahkan lebih penting dari sifat jujur dan akhlak mulia.
Cukup!
Apalah artinya mengajari, membimbing anak-anak kita agar berkarakter unggul, berakhlak mulia selama hampir enam tahun di sekolah dasar, kalau akhirnya dirusak sendiri oleh guru, gegara khawatir akan nilai US. TERLALU!
Keberhasilan peserta didik menempu US memang penting, akan tetapi sungguh tidak penting-penting amat, bahkan teramat kecil nilainya bila dibanding dengan nilai-nilai positif kehidupan. Teramat tak berharga bila harus ditukar dengan kejujuran yang mengakibatkan rusaknya generasi. Sebab memang mencapai nilai US yang bagus bukanlah tujuan pendidikan kita. Pembaca sudah tahu kan tujuan Pendidikan Nasional?
Tujuan Pendidikan Nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indoensia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Nah..! Bertaqwa yang bagai mana, berbudi pekerti luhur seperti apa, sehat rohani model apa, kepribadian yang mantap versi siapa, tanggung jawab dalam hal apa, kalau diajari curang, diajari munafik, diajari mementingkan materi daripada tata nilai, diajari mengkhawatiran penilaian orang dari pada berpegang teguh membentuk pribadi yang mulia?
Maka saya mengajak siapa saja, terutama yang terkait erat dengan dunia pendidikan, mari sama-sama saling dukung, agar anak-anak kita berhasil dalam sekelolah yang salah satu indikasinya adalah bagusnya nilai US. Ah, itu hanya indikasi kecil saja. Akan tetapi jangan sampai karena itu kita membuang jauh kejujuran. Jangan karena itu kita khianati hati nurani. Jangan sampai untuk itu kita menghancur-leburkan karakter generasi penerus bangsa, hingga menjadi generasi tinggal landas.

Artikel terkait

0 komentar :

Posting Komentar