Pernah aku
punya keinginan untuk menulis buku, lalu menerbitkannya. Ya, jadi penulis. Alhamdulillah, keinginanku terkabul. Beberarapa
buku terbit dengan nama penaku tertulis pada covernya. Meski sudah cukup lama
aku tak menerbitkan buku, setidaknya aku masih menulis.
Kebutuhan
online makin banyak, maka punya jaringan internet di rumah pun jadi keinginan. Alhamdulillah, sekarang ada hotspot
menyala 24 jam. Relatif lancar. Youtuban bisa setiap saat apalah lagi sekedar
FBan. Ah, internet kok cuma buat Youtuban dan FBan!
Lalu pernah
punya keinginan punya usaha. Aku dan istri nekad nerima pesanan bikin gamis,
kaos dan sebagainya. Alhamdulillah,
sempat dapat cukup banyak pesanan dari kawan-kawan lama, juga kawan baru. Kini
usaha itu macet, cet, subhanallah…
Lihat
foto-foto keren di internet, jadi pengen belajar fotografi. Sampai kini belum
punya modal untuk beli DSLR, maka bermodal kamera HP dan lensa, aku pun
jeprat-jepret. Kurang lensa yang sesuau, lensa di penggaris anak-anak pun
kepake. Cukup puas juga sih dengan hasil jepretan-jepretan sendiri. Minimal
buat wallpaper di HP, asyik juga.
Lihat temen-temen
pada goes. Sepertinya asyik, bisa ke sana ke mari, menikmati berbagai suasana
sambil jeprat-jepret. Lalu pengen juga punya sepeda gunung. Alhamdulillah, pada akhirnya bisa beli,
meski cari harga yang ringan di kantong, kata lain dari semurah-murahnya.
Lumayan, Phoenix merahku yang murah itu bisa kok buat goes. Sayang, waktu yang
tersedia tak cukup banyak. Ini sudah agak lama gak punya kesempatan ngegoes.
Di perumahan ada
lapangan tenis meja. Eh, ternyata ada masternya. Pemain sungguhan. Jadi pengen
serius belajar. Aku beli bat pimpong. Meski seharga 119 ribu, buat nyepin bisa
banter bolanya, tentu kalo tepat mukulnya. Kemampuanku main pimpong mending
juga, meski belum mahir, setidaknya banyak peningkatan, gak sekedar namplek bola aja.
Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillah,
masyaAllah, ternyata banyak
keinginanku yang telah terpenuhi, mimpi yang jadi nyata, meski dengan porsi
yang lebih kecil dari keinginan sesungguhnya. Aku mesti bersyukur, dengan
syukur yang melimpah, meski takkan mungkin menandingi limpahan karunia Allah
yang luar biasa.
Tentu saja,
masih banyak keinginanku lainnya. Ingin ingin ingin ini itu banyak sekali. Dan aku
tahu, di antara keinginan-keinginan itu, ada yang tak mungkin kuraih. Dengan kata
lain, aku tak punya kelayakan untuk mengingini hal-hal demikian. Keinginan terlalu
tinggi, terlalu absurd atau malah terlalu nggak jelas. Meski dengan kuasa
Allah, semua itu mudah saja terjadi.
Betul, mimpi harus
membumbung. Tak boleh kita berhenti bermimpi. Sebab kesuksesan-kesuksesan besar
berawal dari mimpi-mimpi. Sebab Allah rupanya banyak membantu para pemimpi. Sesiapa
saja yang berusaha mewujudkan mimpinya dengan sungguh-sungguh. Akan tetapi punya
keinginan yang terlalu…, bukan pula hal positif. Sebab yang ‘terlalu’ selalu
memiliki sisi negatif. Terlalu pelan bisa terlambat, terlalu cepat bisa nabrak.
Terlalu sulit mendatangkan keluhan, sementara terlalu mudah melenakan. Terlalu
lesu menghambat karya, terlalu semangat bisa lupa diri. Pun terlalu terlalu
lainnya. Maka memiliki keinginan yang terlalu, adalah hal terlalu pula.
Di sini kita
perlu belajar, untuk menengok diri, adakah keinginan-keinginan kita terlalu? Lalu
ketika menemukan bahwa keinginan-keinginan tertentu tak layak dimiliki, perlu
pula latihan bersabar untuk melupakannya. Jangan biarkan keinginan yang terlalu
membuat kita TERLALU.
0 komentar :
Posting Komentar