Apa sih keunggulan kita? Berkali juara lomba? Nilai UN bagus-bagus?
Benar, pada brosur sekolah, kita pajang foto
anak-anak berprestasi, menggenggam piala kejuaraan. Lalu kita tampilkan pula
daftar prestasi, lomba-lomba yang pernah dijuarai peserta didik kita. Akan
tetapi mulai bermunculan kritik mengenai hal ini. Karena bukan itu esensi dari
Sekolah Islam Terpadu. Meski prestasi akademik merupakan hal sangat penting
pada institusi pendidikan, seperti juga SDIT, akan tetapi bukan hal paling
penting.
Maka bila prestasi akademik yang akan kita unggulkan, fokus pada
mambaguskan nilai-nilai pada raport atau Ujian Nasional yang kini telah
berganti Ujian Sekolah, maka kita takkan jauh berbeda dengan sekolah pada
umumnya. Tak harus sekolah di SDIT untuk mendapat segudang prestasi. Toh
anak-anak di sekolah negeri juga sangat banyak yang berprestasi. Ini bila
prestasi diartikan sebagai menang lomba atau bagus nilai-nilai pelajarannya.
Mari sejenak menengok diri, adakah kita mulai
salah fokus? Adakah kita terlalu mementingkan prestasi akademik peserta didik
kita dan terabai beberapa hal yang jauh lebih urgen?
Beberapa kali PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru)
saya menjadi petugas wawancara dengan orang tua. Ketika saya bertanya tentang
motivasi orang tua menyekolahkan anaknya di SDIT, rata-rata jawabannya hampir
sama. Agar anaknya mendapat pendikan agama yang lebih, agar anaknya menjadi
anak yang shalih/shalihah. Dalam arti, karakter islaminya terbentuk dengan
baik. Nah, inilah yang dicari orang tua peserta didik. Ini yang menjadi
pertimbangan utama mereka menyekolahkan anaknya di SDIT. Dan mereka mempercayai
kita, bukan sekolah lain.
Sungguh tepat bila Program CB, Character Building, kita angkat menjadi
keunggulan kita. Karena itulah yang benar-benar dicari. Itulah yang benar-benar
dibutuhkan. Pembentukan karakter, satu hal yang tak mudah, tapi jauh lebih
penting dari sekedar bagus dalam nilai US atau menang lomba cerdas-cermat.
Pembentukan karakter, itulah yang akan mampu menghadirkan angin perubahan untuk
negeri ini, juga dunia dalam lingkup lebih luas. Lihatlah kerusakan di berbagai
negara, termasuk negeri ini, semua tak lepas dari karakter manusianya yang
rusak. Mulai dari prostitusi, pornografi, hingga korupsi yang merebak, semua
terkait karakter. Kita tahu, para koruptor itu bukan orang-orang bodoh secara
akademis. Mereka orang yang banyak ilmu, banyak prestasi. Tapi tetap saja,
pembuat kerusakan di muka bumi.
Dan lagi, bila karakter islami telah terbentuk, maka prestasi akademik insya Allah akan mengikuti secara
otomatis. Bila sejak dini telah tumbuh kecintaaan terhadap Allah melebihi
segala-galanya, bila sejak dini telah tertanam kecintaan akan ilmu, sebagaimana
Imam Syafi’i atau Imam Bukhari juga mencintai ilmu, bila sejak dini telah tumbuh
kesadaran akan tugas dan tanggung jawab sebagai khalifah di muka bumi, maka insya Allah, meraih prestasi akademik
adalah hal kecil saja. Menjadi juara lomba-lomba mudah saja.
Mari sejenak menengok diri, adakah kita mulai
salah fokus? Adakah kita terlalu mementingkan prestasi akademik peserta didik
kita dan terabai beberapa hal yang jauh lebih urgen?
Tak ada artinya nilai-nilai US yang bagus, bila
ternyata program CB, Character Building
yang penting itu justru terabai. Waktu khusus yang 15 menit tiap pagi (ini
khusus di sekolah saya) tidak terpakai dengan maksimal. Kurang maksimal?
Seringkali malah tak terpakai, karena ustadz/ahnya belum ada. Mentoring yang hanya sepekan sekali kalau
tidak kosong, juga sering bolong karena ustadz/dzahnya lebih mementingkan hal
lain.
Pendidikan agama yang lebih, itu dicari orang tua
atau wali peserta didik. Maka Qiro’ati dan Tahfidz adalah juga keunggulan SDIT.
Pembelajaran Qiro’ati dan Tahfidz adalah juga bagian dari CB, pembentukan
karakter islami. Tentu bila pelaksanaan pembelajarn Qiro’ati dan Tahfidz
bermasalah, mestinya segera dibenahi. Karena sekali lagi, ini keunggulan kita. Maka,
pun ketika anak-anak kelas enam sedang bersiap menghadapi US, membenahi
pembelajaran Qiro’ati dan Tahfidz masih jauh lebih penting dari urusan US itu...
Atau dengan logika terbalik. Ketika ada cukup
banyak peserta didik yang mengkhawatirkan dari segi akademik, bukan hanya
masalah pembelajaran Matematika, IPA, atau Bahasa Indonesia itu yang perlu
dipertanyakan, tapi juga program CBnya. Sudah dijalankan dengan maksimal kah?
Kebetulan saya mengajar di SDIT Buah Hati. Akan tetapi,
semoga ini dapat menjadi bahwa evaluasi, terutama untuk sekolah-sekolah berlabel
Islam Terpadu. Silahkan diluruskan bila ada yang bengkok dari catatan ini. Wallahu a’lam bishawab.
0 komentar :
Posting Komentar